Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Container Icon

keadilan kelompok marginal



KEADILAN BAGI MASYARAKAT MARGINAL
Membuat hukum bekerja dengan lebih baik, terutama bagi masyarakat miskin, merupakan salah satu tugas terpenting masyarakat dan pemerintah Indonesia. Masyarakat miskin di Indonesia telah lama dikecewakan oleh sistem peradilan yang ada. Lemahnya penegakan hukum tersebut berkontribusi pada masalah kemiskinan serta rasa tidak aman yang ditambah pula dengan runtuhnya kontrol represif ala Orde Baru, barakibat pada meningkatnya kecenderungan masyarakat untuk main hakim sendiri serta pecahnya konflik di berbagai wilayah.
Sejauh ini kebanyakan penelitian hukum di Indonesia masih terfokus pada sistem hukum formal: kepolisian, kejaksaan dan Pengadilan dengan keluaran rekomendasi dengan fokus yang serupa. Padahal, persoalan hukum dan keadilan bukan sekedar masalah lembaga hukum atau organ-organ negara melainkan juga menyangkut upaya penegakan keadilan yang bersifat informal yang berupa mekanisme penyelesaian masalah alternatif: musyawarah, negosiasi dan mediasi lewat berbagai institusi sosial masyarakat. Dengan demikian, strategi pembaruan hukum dan perbaikan akses masyarakat terhadap keadilan harus pula mencakup kedua wilayah tersebut: hukum formal dan informal – berangkat dari pengalaman konkret proses penyelesaian masalah di masyarakat dan tidak sekedar melihat apa yang terjadi di ruang sidang semata.
Ketidakadilan bagi kaum marginal dapat ditemui dari dua jalur, yaitu:
a.       Secara Informal, penyelesaian ini biasanya dipakai oleh masyarakat desa dengan beberapa alasan yaitu:
·         mekanisme informal dianggap lebih murah, lebih cepat dan lebih mudah dibandingkan dengan mekanisme hukum formal. Waktu penyelesaian, jarak geografis dan biaya merupakan hambatan utama bila mereka ingin mengggunakan jalur hukum formal.
·         mekanisme informal dianggap lebih sesuai dengan semangat kerukunan masyarakat dibanding bila menempuh jalur hukum formal. Alasan ini, selain mencerminkan realitas kehidupan desa yang masih saling tergantung, seringkali juga diakibatkan kekhawatiran pihak yang lemah akan adanya aksi balas dendam dari kelompok pelaku kejahatan atau menjadi alasan bagi para elit desa untuk menghindar dari sorotan para atasan atau cemooh dari desa lain.
·         masyarakat desa pada umumnya mengaku tidak terlalu mengerti aturan hukum formal sekaligus tidak percaya pada aparat. Menyerahkan penyelesaian pada jalur formal dianggap akan mengurangi daya kontrol mereka atas proses dan hasilnya.
Mekanisme informal juga punya permasalahan seperti: proses penyelesaian cenderung didominasi oleh elit dan konsultan program daripada diupayakan oleh masyarakat secara bersama-sama. Hal ini diakibatkan beberapa faktor. Pertama, warga masyarakat cenderung enggan terlibat atau mendorong upaya penyelesaian bila menyangkut kasus ‘publik’. Kedua, masyarakat desa lebih suka mewakilkan kepentingan mereka pada orang-orang atau tokoh yang sudah ditunjuk yang dianggap lebih mengerti masalah, punya jaringan dan akses yang lebih luas. Ketiga, rendahnya partisipasi masyarakat ini juga diakibatkan maraknya contoh kelemahan penegakan hukum terhadap pelaku korupsi miliaran rupiah di tingkat nasional (budaya impunitas) sehingga ada anggapan bahwa setiap upaya melawan koruptor akan berakhir dengan sia-sia.
Pada kenyataan yang ada mekanisme infomal cenderung gagal memberi penyelesaian yang adil bagi masyarakat miskin terutama bila terdapat kesenjangan posisi tawar yang besar antara koruptor dan warga miskin yang menjadi korban. Akan lebih sulit lagi jika si pelaku kejahatan merupakan pejabat pemerintah atau memiliki hubungan yang dekat dengan pejabat pemerintah setempat.
b.      Secara Formal
 Di jalur formal, kinerja polisi dan jaksa pada umumnya buruk ditandai dengan sikap yang tidak transparan, lambannya respon atas laporan kasus serta kuatnya dugaan permainan suap. Para aparat sendiri mengidentifikasi sejumlah faktor penyebab buruknya kinerja institusi mereka antara lain: anggaran operasional yang terbatas untuk penyelidikan yang bila dikombinasikan dengan rendahnya akuntabilitas internal menyebabkan mereka secara struktural melakukan korupsi atau membuka celah penyalahgunaan wewenang lainnya. Faktor lain yang menurunkan motivasi kerja antara lain kentalnya budaya hirarki dan birokrasi, ketidakjelasan mekanisme promosi dan tidak berlakunya “reward and punishment”. Yang paling lemah adalah mekanisme pertanggungjawaban lembaga hukum tersebut kepada publik.
Di sisi lain, kinerja Pengadilan lebih baik dari yang diperkirakan. Begitu kasus telah melalui tahap penyelidikan dan diajukan ke Pengadilan, persidangan berlangsung tanpa adanya penundaan yang berarti, pelaku kejahatan dikenai hukuman dan masyarakat desa pada umumnya puas dengan apa yang mereka alami di Pengadilan.
Dengan demikian, lembaga hukum formal mampu mengatasi persoalan kesenjangan posisi tawar antar para pihak yang merupakan masalah utama mekanisme informal. Keberhasilan penyelesaian masalah lewat jalur hukum formal tersebut memberi preseden yang sangat berarti bagi upaya memerangi korupsi dan membangun kepercayaan masyarakat. Sayangnya, masih tersisa persoalan pelaksanaan putusan Pengadilan (eksekusi) dimana belum satupun dari kasus yang mendapat putusan Pengadilan berkekuatan tetap (inkracht) telah dieksekusi seluruhnya. Selain itu, putusan Pengadilan tersebut seringkali tidak disosialisasikan di tingkat desa sehingga efek perubahan tidak terlalu terasa. Untuk beberapa kasus kelemahan tersebut justru membuat masyarakat merasa enggan untuk menempuh jalur hukum formal bila kelak mengalami masalah yang sama.
Cara mengatasi ketidakadilan kelompok marginal diantaranya:
1)      pembaruan struktural yang harus dilakukan pemerintah guna menjawab persoalan lemahnya kelembagaan hukum formal yang bersifat endemik serta menelurkan kebijakan untuk mendukung penguatan lembaga-lembaga penyelesaian masalah informal
2)      inisiatif pemberdayaan hukum yang berbasis pada kasus konkret dengan berfokus pada peningkatan demand masyarakat akan kinerja lembaga hukum, fasilitasi masyarakat, peningkatan keterampilan dan akses bantuan lembaga eksternal serta menciptakan contoh keberhasilan yang –meski sedikit tapi nyata.
Selain itu, ada 3 rekomendasi yang ditujukan kepada pemerintah Indonesia.
a.       perubahan struktural sistem peradilan yang harus dilakukan pemerintah untuk memperbaiki kualitas personal aparat penegak hukum dengan cara mereview ketentuan mengenai perekrutan, seleksi, promosi dan mutasi. Memperbaiki kondisi kerja terutama anggaran operasional polisi dan jaksa untuk menjalankan penyelidikan. Namun, perbaikan fasilitas ini harus diikuti dengan perbaikan ketentuan penguatan akuntabilitas lembaga tersebut kepada publik.
b.      Pemerintah diharapkan melakukan perbaikan atas peraturan tentang penyelidikan antara lain: mengatur ketentuan adanya sanksi terhadap polisi dan jaksa yang terbukti menghalangi penyelidikan, mengatur ketentuan kewajiban bagi lembaga hukum untuk memberi informasi kepada publik atas proses penanganan kasus, dan membuat ketentuan yang membatasi lamanya waktu penyelidikan.
c.       Pemerintah harus membuat kebijakan penguatan lembaga penyelesaian sengketa alternatif dan menjembatani kesenjangan antara lembaga hukum formal dan lembaga informal dengan cara: Pembuatan Peraturan Daerah (PERDA) menyangkut pembentukan Badan Perwakilan Desa yang demokratis; mempertimbangkan inisiatif menghidupkan lembaga pengadilan desa atau sejenisnya dimana negara memberi pengakuan atas hasil lembaga tersebut.
Berbagai inisiatif pemberdayaan hukum di tingkat lokal diharapkan dapat melengkapi program reformasi hukum di tingkat nasional. Berbagai strategi tersebut dimaksudkan untuk mengurangi kelemahan strategi reformasi hukum yang terpusat pada legalistik formal dengan mengarahkan perhatian pada kegiatan bantuan yang benar-benar dibutuhkan masyarakat desa untuk menyelesaikan kasus yang sudah ada di depan mata mereka. Termasuk dalam inisiatif tersebut upaya penguatan keterwakilan kelompok masyarakat miskin dan meningkatkan kemampuan mereka dalam penyelesaian sengketa atau konflik yang ada guna mendukung strategi reformasi hukum secara luas di Indonesia.



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 komentar:

Anonim mengatakan...

isi postingan yang menarik...

Posting Komentar